MIMBARPUBLIK.COM, Jakarta – Desk pemantauan peliputan Pilkada 2020 yang diselenggarakan Pengurus Masyarakat dan Pers Pemantau Pemilu (Mappilu) PWI Provinsi DKI Jakarta masa bakti 2020-2025 menemukan adanya kecenderungan dominasi pasangan calon tertentu dalam pemberitaan Pilkada Tangsel.
Ketua Mappilu PWI DKI Jakarta Iqbal Irsyad menuturkan temuan tersebut disimpulkan setelah Desk Pemantauan Mappilu PWI DKI Jakarta melakukan analisa terhadap pemberitaan media online terdaftar dan terverifikasi Dewan Pers dalam Pilkada Tangsel periode 28 September-2 Oktober.
“Pilkada Tangsel kami pilih karena dekat dengan wilayah Jakarta dan menjadi medan pertarungan keluarga petinggi Tanah Air. Ada keponakan mantan Wali Kota Airin Rachmi Diany, anak Wakil Presiden Ma’aruf Amin dan keponakan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto,” tuturnya, demikian dikutip dari siaran pers Mapillu PWI, Rabu (7/10/20).
Menurut Algooth Putranto, Ketua Divisi Pendidikan, Pelatihan dan Sosialisasi Mappilu DKI Jaya, yang menjadi penanggung jawab riset, seluruh berita tentang Pilkada Tangsel yang terkumpul selama sepekan masa kampanye kemudian dianalisa menggunakan teknik analisis kuantitatif dan analisa kualitatif semiotik.
Sementara penentuan media yang diawasi dilakukan secara purposive dengan kriteria media daring (online) lokal yang terdaftar dan terverifikasi Dewan Pers. Terdapat 11 media online lokal Tangerang Selatan dan dua media siber yang berbasis di Jakarta yang digunakan sebagai pembanding, dengan total 39 item berita tentang kegiatan Pilkada Tangsel 2020.
Media daring dipilih dengan alasan tren masyarakat saat ini yang cenderung mengkonsumsi media daring dibandingkan media konvensional. Selain itu berita di media daring mudah untuk disebarkan melalui media sosial. Faktor lain adalah kemudahan dalam melakukan pengumpulan data.
Parameter isi pesan yang dilihat dalam pemantauan ini antara lain kuantitas penyebutan nama pasangan calon (Paslon) dalam sebuah berita, kuantitas berita terkait pasangan calon, tone berita yang ditulis hingga keberimbangan narasumber dalam penyajian berita.
“Dari analisa yang dilakukan disimpulkan kecenderungan salah satu Paslon lebih dominan diberitakan. Dari sisi kuantitas mayoritas media yang dipantau lebih banyak memberitakan Paslon nomor urut 1 (Muhammad – Rahayu) dan Paslon nomor urut 3 (Benyamin – Pilar), sementara pemberitaan tentang Paslon nomor urut 2 Siti Azizah – Ruhama terhitung minim,” jelas Algooth.
Sementara untuk isi pemberitaan terdapat tiga media yang cenderung tidak berimbang dari sisi kuantiti dalam penulisan berita. Sebagai contoh adanya media yang lebih banyak memberikan porsi berita tentang pasangan calon nomor urut 1 yaitu Muhammad – Rahayu Saraswati.
Sebaliknya ada pula media yang lebih banyak memberitakan pasangan calon nomor urut 3 yaitu Benyamin – Pilar. Pada media itu pula lebih banyak ditemukan pemberitaan dengan tone negatif tentang pasangan calon nomor 1.
Yang menarik, media online berbasis Jakarta yang digunakan sebagai pembanding rupanya secara kuantitas lebih banyak memberitakan pasangan calon nomor urut 3, dan menulis berita dengan tone cenderung negatif pada pasangan calon nomor urut 1.
Dalam pemantauan ini juga ditemukan hal unik seperti di banyak pemberitaan media online secara kuantitas lebih banyak memberitakan calon Wakil Wali Kota Rahayu Saraswati daripada Muhammad yang menjadi calon Wali Kota Tangerang Selatan.
Sedangkan pemberitaan terhadap pasangan calon nomor urut 2 yaitu Siti Azizah dan Ruhamah tidak dapat terlalu banyak dibahas. Hal ini akibat kuantitas pemberitaan untuk pasangan calon ini cenderung minim dengan penulisan standar dan netral.
Dengan dilakukan pengawasan, Mappilu PWI Jaya memiliki harapan agar di masa Pilkada yang digelar pada masa
Covid-19 yang melarang adanya pengerahan massa, media massa tidak terjerumus menjalankan praktik propaganda akibat tradisi jurnalistik yang masih konvensional.
Praktik konvensional dilakukan dengan menggantungkan sumber informasinya pada tiga lingkaran elit dalam masyarakat, yaitu kalangan bisnis, pemerintah dan pakar, akademis atau peneliti maupun sekedar mengedepankan norma “kalah menang” dalam politik, sebagai bagian dari disiplin peliputan media atas pelaksanaan Pemilu.
“Idealnya jurnalisme semestinya menyajikan fakta yang berimbang, tidak mengarahkan hingga memproduksi informasi yang independen tentang peristiwa dan isu yang akan menjadi referensi bagi masyarakat dalam membuat keputusan memilih,” tutur Budi Nugraha, Sekretaris Mappilu DKI Jakarta.
Hal ini perlu dilakukan mengingat kemampuan media massa untuk mengarahkan perhatian khalayak terhadap isu-isu tertentu yang diagendakan media massa. Dalam hal ini, media massa memiliki kekuatan untuk mempengaruhi agenda media kepada agenda publik. (hendrata)