MIMBARPUBLIK.COM, Tanjungpinang – Hutan bakau atau yang biasa disebut hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh di air payau dan asin. Tidak semua tumbuhan dapat hidup di hutan mangrove, untuk itulah ekosistem di hutan ini memiliki sifat yang khas yakni yang mampu melewati proses adaptasi dan evolusi.
Indonesia sendiri merupakan negara yang kaya akan hutan mangrove. Indonesia memiliki hutan mangrove yang tersebar di seluruh wilayah yang jika dijumlah totalnya sebesar 3,3 juta ha.
Luasnya jumlah lahan hutan mangrove yang dimiliki Indonesia bisa dibilang menjadi hutan mangrove terbesar di dunia. Sayangnya, dari sejumlah wilayah tersebut 0,6 juta ha kawasan hutan mangrove kondisinya cukup kritis. Hal ini tentunya akan berdampak pada perubahan iklim.
Hutan mangrove memiliki sejumlah peran dalam kehidupan manusia baik dari sisi lingkungan hidup maupun dari sisi perekonomian. Perannya untuk lingkungan hidup yakni untuk mitigasi perubahan iklim dan adaptasi perubahan iklim. Mangrove dapat menyimpan karbon (blue carbon) serta berperan untuk melindungai pantai dan juga mengendalikan abrasi dari kenaikan muka air laut, dan tsunami.
Dari segi sosial, adapun keberadaan hutan mangrove ini dapat menghidupkan mata pencaharian warga sekitar. Di sana masyarakat bisa terlibat dalam pemeliharaan dan pelestarian hutan mangrove, tentunya bisa menjadi sumber pemasukan bagi masyarakat. Dari segi ekonomi, hutan mangrove dapat menciptakan pembangunan ekonomi berbasis kelautan dan perikanan.
Keberadaan hutan mangrove di negeri ini, masih terkendala dengan berbagai ancaman, seperti kurangnya ketersediaan peta mangrove pada skala besar dan secara series. Ancaman berikutnya karena ketidakpastian status lahan, sehingga mudah sekali terjadi okupasi dan pengalihan fungsi mangrove menjadi tambak, pemukiman dan lainnya. Selain itu, pemulihan mangrove juga terkendala status lahan dan konflik sosial.
Dalam pemberdayaan hutan mangrove ke depannya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas telah menyusun strategi pengelolaan Mangrove agar masalah ancaman tersebut dapat dikendalikan. Strategi yang pertama yakni dengan memperkuat database mangrove (inventarisasi).
Sejumlah data diperlukan untuk memperkuat database yang terdiri dari data mangrove nasional yang lengkap per tahun, data mangrove per pulau dengan skala besar, update data nasional per tahun sehingga bisa men-tracing data mangrove untuk tahun sebelumnya, kemudian database mangrove biofisik dilengkapi dengan data status lahan dan kondisi sosial di tingkat tapak secara spasial.
Strategi yang kedua yakni dengan memperkuat perencanaan, pengendalian, pemantauan, dan evaluasi. Kegiatan pengelolaan mangrove merupakan kerangka besar dari RPJMN 2020-2024 dan juga masuk ke dalam agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs), pembangunan rendah karbon, dan ketahanan iklim, sehingga agenda perencanaan hingga evaluasi sudah tercantum dengan jelas.
Selain itu, pemerintah juga perlu memanfaatkan tools pemantauan dan evaluasi yang sudah ada. Untuk saat ini, Bappenas telah mengembangkan AKSARA sebagai tools yang dapat digunakan dalam Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon.
Diharapkan pengelolaan hutan mangrove yang baik dapat juga sejalan dengan pencapaian ekonomi hijau yang saat ini tengah digencarkan oleh pemerintah. Ekonomi hijau adalah sebuah agenda dengan target pencapaian pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim.
Penulis: Wak Kur