MIMBARPUBLIK.COM, Ambon – Kendati dua kali ditetapkan tersangka oleh Kejati Maluku, Ferry Tanaya menanggapinya dengan santai melalui telepon selulernya Kamis (4/2/2021), Tanaya mengaku santai menghadapi tuduhan jaksa itu.
Ia juga menegaskan selalu siap dan kooperatif mengikuti proses hukum yang sedang berjalan saat ini.
“Kalau ditanya siap hadapi, ya saya siap. Selain itu saya akan selalu kooperatif mengikuti proses hukum yang sedang berjalan,” tegas Tanaya.
Sampai saat ini Tanaya mengaku tetap bersyukur kepada Tuhan, karena dalam bimbingan dan lindungan Tuhan sepanjang hidupnya, tidak pernah memberikan sesuap makanan untuk anak dan istri serta keluarga dari uang hasil korupsi, uang hasil pemerasan dan uang dari hasil penggarongan yang tidak halal.
“Tapi saya memberi makan dari uang keringat dan jerih payah yang halal agar anak dan cucu tidak memikul kuk dari kejahatan saya. Saya juga masih bisa menjaga apa yg diajarkan orang tua atau leluhur agar tidak berbohong, tidak memfitnah, tidak melakukan perbuatan keji yang dilarang agama. Karena sekali lagi saya berkeyakinan penuh, bahwa perbuatan kejahatan kita pasti mendapat karma buruk yang akan ditanggung anak cucu kita,” jelas Tanaya.
Sementara itu, Hendrik Lasikooy penasehat hukum Tanaya menjelaskan, disamping upaya hukum yang dilakukan untuk mencari sebuah keadilan, pihaknya juga akan membuat satu posko fakta PLTMG 10 MW dengan tujuan untuk meluruskan pemberitaan bohong yang selama ini diberikan pihak-pihak yang tidak memiliki akhlak dan moral.
“Kami menilai selama ini banyak berita-berita atau informasi yang sifatnya memfitnah sesama tanpa takut akan karma dosa. Jadi kalau ada rekan media mau klarifikasi tentang kasus ini boleh ke posko kami,” ujarnya.
Di posko tersebut, lanjut Lusikooy, akan dijelaskan sesuai dengan bukti dan fakta sebenarnya.
“Contoh, kita punya bukti foto-foto tim kejaksaan diketuai oleh Jaksa Agus Sirait sedang melakukan sosialisasi kepada pemilik lahan agar mau menerima ganti rugi Rp125 ribu/m2 dan menerangkan harga tersebut berdasarkan penerapan apraisal,” katanya.
Menurutnya, masalah nilai pengganti rugi yaitu Rp125 ribu/m2 untuk semua pemilik lahan yang kena proyek PLTMG ini. Namun anehnya, saat yang sama ada juga tim kejaksaan diketuai jaksa Gunawan melakukan penyidikan kalau harga Rp125 ribu yang diterima Tanaya ada mark up dengan alasan harga diatas NJOP.
“Bisa dibayangkan tuduhan mark up didengungkan orang-orang tidak beradab sejak 2017-2020. Hal ini karena tidak ada klarifikasi sehingga media dipakai untuk membentuk opini kepada masyarakat yang tidak mengerti,” beber Lusikooy.
Selain itu, tambah Lusikooy, pihaknya juga siapkan alat bukti kepemilikan lahan Tanaya untuk dibagikan kepada media supaya “tidak ada dusta diantara kita” dan meluruskan kebiasaan dagelan pembohongan.
“Kita siapkan juga bukti-bukti pemilik lahan lain yang menerima ganti rugi yang sama dan alas hak mereka sehingga teman-teman pers bisa membandingkan dengan alas hak Tanaya yang dipersoalkan Kejaksaan Tinggi Maluku. Saya melihat persoalan korupsi PLTMG 10 MW ini Kejaksaan Tinggi Maluku memakai jurus mabuk dalam menetapkan tersangka korupsi Ferry Tanaya,” ujar Lusikooy.
Jurus pertama lanjut Lusikooy, pada 2017 sampai Tanaya ditahan. Kejaksaan memakai jurus mark up/pengelembungan harga seperti yang sering diberitakan media dan terakhir setelah Tanya ditahan atau tepatnya 9 September, Kajati Rorogo Zega sendiri yang mengatakan dalam keterangan pers di Kantor Gubernur kalau Tanaya mengelembungkan harga karena harga tidak semahal itu dan menantangnya buka bukaan berapa uang yang dikembalikan kepada PLN.
“Sebagai praktisi hukum saya menilai ini hal luar biasa, karena yang mengeluarkan pernyataan itu seorang Kajati Maluku. Pernyataan seorang Kajati yang telah dengan nyata menfitnah masyarakat tanpa bukti apa-apa. Karena tidak ada bukti mark up dan gagal dengan tuduhan ini maka dipakai jurus kedua. Lagi-lagi Kajati Maluku Rorogo Zega menuduh Tanaya menjual tanah milik negara, padahal fakta persidangan Kejati Maluku tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan negara atas lahan yang telah dikuasai Tanaya selama 35 tahun sejak dibeli secara sah dihadapan PPAT sejak 1985. Ini tindakan yang sangat memalukan institusi, karena tuduhan yang tidak berdasar,” tandasnya.
Masih kata Lusikooy, setelah itu jurus ketiga yaitu korupsi karena salah bayar. Pihak Kejati mengaku lahan kebun milik Tanaya sedang berperkara dengan Mukadar di MA dan pengadilan sudah menolak surat Tanaya. Karena itu Tanaya tidak boleh melepaskan kepada PLN dan terjadi salah bayar.
Dijelasakan juga oleh Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulete hal ini yang menjadi dasar perhitungan kerugian negara total Rp6 milyar.
“Ini jurus mimpi mabuk disiang bolong karena lahan ini tidak pernah berperkara dengan siapapun,” ujarnya.
Jurus keempat, yaitu salah penulisan NIB pada peta lokasi. Sewaktu Tanaya memenuhi panggilan Kajati Maluku untuk klarifikasi kerugian negara dengan BPKP di Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku.
Dihadapan penyidik Oceng Almahdaly, BPKP menjelaskan bahwa No NIB yang tercantum pada peta lokasi salah. BPKP mengakui obyek yang diukur benar, luasnya bidang benar hanya NIB yang tercantum di peta ada kesalahan. Tapi menurut BPKP Maluku, hal ini merupakan kesalahan fatal yg dilakukan petugas ukur yakni, Abdul Gaful Laitupa yang berdampak terhadap PLN dan Tanaya menjadi tersangka korupsi.
“Lagi-lagi ini tuduhan aneh bin ajaib, karena ada kesalahan administrasi dalam penomoran NIB yang dilakukan juru ukur bisa berdampak kepada PLN dan Tanaya menjadi tersangka korupsi? Padahal panggilan Kajati untuk klarifikasi kerugian negara, tapi yang disampaikan hal-hal yang sama sekali tidak ada kaitan dengan unsur kerugian negara,” katanya.
Menurutnya, saat itu terjadi perdebatan dengan BPKP di kantor kejaksaan karena Tanaya pernah diperiksa BPKP tahun 2019 dengan tuduhan, mall administrasi yang dilakukan PLN karena membuat pelepasan hak di camat yang bukan PPAT.
Lebih jauh kata Lusikooy, kalau nanti PLN akan ditetapkan tersangka akan berdampak pada Tanaya. Hasil dari penjelasan BPKP saat klarifikasi ini adalah terbitlah perhitungan kerugian negara sebesar Rp6 milyar.
“Mendengar keberatan Tanaya, maka jawaban BPKP dengan enteng bahwa yang lalu sudah biar berlalu, tidak perlu dibicarakan lagi. Sekarang kita memulai lagi dengan tuduhan baru yaitu salah NIB,” tuturnya.
Berulang kali BPKP mengatakan ini kesalahan fatal. Luar biasa hebat dan dahsyatnya auditor-auditor BPKP Maluku dalam menghitung kerugian negara.
“Kami sebagai kuasa hukum dari Tanaya menerima semua jurus-jurus mabuk yang dituduhkan Kejaksaan Tinggi Maluku terhadap klien kami, dengan sebuah keyakinan bahwa Tuhan pasti berada di pihak yang benar. Tuhan akan menunjuk abdi negara yang jujur, berintegritas, berhati nurani dan takut akan Tuhan pada saat di persidangan. Agar dapat mematahkan dagelan-dagelan yang didendangkan selama ini,” ungkap Lusikooy.