MIMBARPUBLIK.COM, Jakarta – Pemecatan Prof DR Dr Terawan Agus Putranto, SpRad (K) RO dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) secara permanen mengejutkan banyak pihak.
Bagaimana tidak, keahlian Terawan telah diakui di tingkat dunia. Hal itu dibuktikan ketika Terawan dipercaya menjabat sebagai Ketua Kehormatan International Committee of Military Medicine (ICMM) sejak tahun 2019. Sebelumnya, Terawan menjadi Ketua ICMM dari tahun 2015-2017.
Pria kelahiran 5 Agustus 1964 yang terakhir berpangkat Letnan Jenderal di TNI Angkatan Darat itu juga sukses memimpin RSPAD Gatot Soebroto. Ketika dipimpin oleh Terawan, pada tanggal 3 Maret 2018 RSPAD menerima akreditasi dari Joint Comission International (JCI) yang markas pusatnya di Amerika Serikat. Penghargaan bertaraf internasional ini menjadikan RSPAD sebagai satu-satunya RS militer di dunia yang meraih akreditasi internasional tertinggi.
Mantan Menteri Kesehatan itu diberhentikan sesuai dengan rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI). Hasil keputusan ini telah dibacakan pada Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh pada 25 Maret 2022.
Tak pelak, pemecatan oleh IDI tersebut mengguncang banyak pihak. IDI sebagai organisasi profesi kedokteran dinilai arogan dan tendensius telah memecat Terawan.
Kini, sorotan tajam sejumlah pihak tertuju langsung ke organisasi kedokteran itu.
IDI bahkan dinilai sudah saatnya direformasi, bahkan dibuat organisasi lain atau organisasi tandingan.
Pendiri Beranda Ruang Diskusi, Dar Edi Yoga menyayangkan apa yang dilakukan IDI terhadap Terawan. Kata dia, dokter Terawan yang diakui dunia justru dipecat di negeri sendiri.
“Ya, kita tahu dokter Terawan itu pengalamannya selangit dalam bidang kedokteran. Ketua Dokter Militer Dunia pernah dijabatnya. Miris, kok dipecat di tanah air tempat dia mengabdikan ilmunya,” ujar penasihat Serikat Media Siber Indonesia itu, Minggu (27/3).
Yoga menilai, sudah saatnya Indonesia memiliki organisasi kedokteran selain IDI. Menurut Yoga, IDI sebagai satu-satunya organisasi kedokteran bisa terkesan arogan dan sewenang-wenang.
“Sudah saatnya dibentuk organisasi baru di luar IDI. Organisasi lain ada pembedanya. Contohnya advokat, ada Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) dan KAI (Kongres Advokat Indonesia). Dalam profesi wartawan ada PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dan AJI (Aliansi Jurnalis Independen),” urainya.
Di sisi lain, Yoga menilai pemecatan IDI terhadap Terawan janggal. Yoga menduga, pemecatan Terawan berkaitan dengan Vaksin Nusantara yang digagasnya.
Untuk diketahui, pemecatan Terawan tertuang dalam surat hasil keputusan MKEK. Dalam surat itu disebutkan, MKEK telah menetapkan SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tertanggal 12 Februari 2018 terhadap Terawan.
Hasil Muktamar IDI XXX tahun 2018 menyatakan: “khusus menyangkut dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad agar Muktamar menguatkan putusan MKEK tersebut dan menyatakan bahwa dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad telah melakukan pelanggaran etik berat (serious ethical misconduct) dan agar Ketua PB IDI segera melakukan penegakan keputusan MKEK yang ditunda demi menjaga kemuliaan dan kehormatan profesi luhur kedokteran bila tidak dijumpai itikad baik dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad maka Muktamar memerintahkan pengurus besar IDI untuk melakukan pemecatan tetap sebagai anggota IDI.”
Surat itu diteken Ketua MKEK, Dr Pukovisa Prawiroharjo dan menyatakan bahwa didapatkan dugaan tidak dijumpainya itikad baik dari Terawan sepanjang tahun 2018-2022.
“Yang bersangkutan belum menyerahkan bukti telah menjalankan sanksi etik sesuai SK MKEK No. 009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tertanggal 12 Februari 2018 hingga hari ini,” demikian bunyi poin a surat itu.
Di poin b, MKEK juga mengikutkan persoalan Vaksinasi Nusantara untuk memperkuat pemberhentian terhadap Terawan.
“Yang bersangkutan melakukan promosi kepada masyarakat luas tentang Vaksin Nusantara sebelum penelitiannya selesai,” demikian poin b.
Surat penyampaian hasil keputusan yang dibacakan dalam Muktamar 2022 juga menyertakan sejumlah tuduhan lain yang memperkuat pemecatan atas Terawan.
Atas dasar poin b dalam surat itu, Yoga menduga pemecatan Terawan berkaitan dengan Vaksin Nusantara yang digagasnya.
“Dokter Terawan setahu saya tidak pernah mempromosikan Vaksin Nusantara, dia tidak pernah menggelar konferensi pers terkait Vaksin Nusantara atau menyebarkan rilis soal Vaksin Nusantara,” ungkap Yoga.
Terkait metode Digital Subtraction Angiogram (DSA) atau yang lebih dikenal dengan ‘cuci otak’ sebagai terapi stroke Non Haemorhagic, Yoga mencatat, saya sudah lebih dari 40.000 pasien diselamatkan melalui tersebut.
“Jika dicabut izin prakteknya, bagaimana mau menyelamatkan penderita stroke yang sudah antre menunggu ditangani dokter Terawan?” tanya Yoga.
Bahkan, Yoga mengungkapkan, saudaranya saat ini merupakan pasien dari dokter Terawan.
“Kakak saya adalah pasien dr Terawan, sebelumnya di-DSA di rumah sakit besar di Jakarta namun tidak ada perubahan sama sekali. Sejak di-DSA dokter Terawan akhirnya perubahan drastis terjadi,” ungkapnya.
Sementara, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai, pemecatan dokter Terawan dari keanggotaan IDI merupakan keputusan berbahaya bagi masa depan dunia kedokteran di Indonesia.
Sufmi khawatir dengan adanya rekomendasi dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) akan menjadi yurisprudensi bagi masalah serupa di masa depan.
“Dampaknya para dokter-dokter kita takut untuk mencoba dan berinovasi dengan berbagai riset-risetnya,” kata Dasco, dikutip Minggu (27/3).
Kata dia, idealnya IDI sebagai sebuah organisasi profesi yang diberikan kewenangan cukup luas oleh UU Praktik Kedokteran, bisa mengayomi dan membina para anggotanya untuk terbuka dengan berbagai inovasi dan kebaruan di bidang kesehatan, farmasi dan kedokteran.