MIMBARPUBLIK.COM, JAKARTA – Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) SK Budiardjo menduga kriminalisasi terhadap dirinya merupakan upaya pembungkaman agar dia dan seluruh korban mafia tanah berhenti berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang dirampas oleh mafia tanah.
Para korban siap beradu data atas hak kepemilikan tanah secara terbuka dengan melibatkan universitas dan disiarkan langsung di TV nasional.
Demikian ditegaskan Ketua Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI), SK Budiardjo, didampingi 30 kuasa hukumnya terdiri dari organisasi advokat, Perkumpulan Pengacara Islam dan Penasehat Hukum Islam Indonesia (OA-PPIPHII), Sekjen OA, PPIPHII M. Anwar, S.H, dll.
“FKMTI tak akan diam. Para korban perampasan tanah siap adu data atas hak kepemilikan tanah secara terbuka, disiarkan secara langsung, dan melibatkan kampus,” ujar Budi, Jumat (19/8) pagi, di Polda Metro Jaya, Jakarta.
FKMTI siap adu data atas hak kepemilikan tanah miliknya di Cengkareng seluas 1 ha yang diduga dirampas oleh Perusahaan milik Aguan.
Budi pernah melaporkan dugaan perampasan tanah disertai pemukulan dan hilangnya lima kontainer miliknya 12 tahun lalu.
“Laporan perampasan Tanah saya di Cengkareng, belum ditindaklanjuti meski bukti tindak pidananya sudah nyata. Kasus perampasan tanah saya terjadi tahun 2010. Saya dipukul oleh preman suruhan, lima kontainer saya digondol,” ucapnya.
“Saya sudah laporkan tahun 2010 ke Polres Jakbar. Berkas laporan pemukulan hilang. Di Polda Metro, laporan saya juga mandeg. Tahun 2017, Wasidik Mabes Polri telah menyatakan ada pelanggaran kode etik 10 penyidik Polda Metro karena berkas perkara saya hilang,” sambungnya.
“Tahun 2021 , laporan saya justru di SP3. Anehnya, tahun 2022 ini saya justru dijadikan tersangka di Polda Metro Jaya. Ini bukti nyata ada beking mafia tanah kelas kakap di kepolisian. Korban seperti saya dikriminalisasi oleh terlapor. Saya berharap Presiden Jokowi dan Pak Mahfud MD segera turun tangan,” tambahnya
Budi memastikan dokumen atas kepemilikan tanahnya sah. Sebab sudah diverifikasi oleh berbagai instansi pemerintah, seperti Walikota Jakarta Barat, Depdagri, Kemenpan dan Kemenkopolhukam. Sebaliknya, Perusahaan konglomerat yang melaporkannya punya HGB tahun 1997 tapi akte perusahaan baru berdiri tahun 2010.
“Menurut penyidik, telah terjadi peralihan hak dari PT BMJ ke PT SSA pada tahun 2010. Surat Walikota menyebutkan tidak ada peralihan hak, yang ada KSO antara PT SSA dan BMJ. Ini kan jadi masalah. Jadi pertanyaan menarik, betul ada peralihan haknya, bayar pbb, pajaknya? Yang paling menarik, sertifikatnya tahun 97, tapi data Kemenkumham menunjukkan akte perusahaan PT BMJ baru berdiri tahun 2009,” tandasnya. (*)