Jakarta, Kekayaan budaya Nusantara tak akan lekang oleh waktu ataupun pergaulan internasional. Selalu ditemukan cara bagaimana mencintai kembali kebudayan melalui seni tari.
Pada perayaan Hari Pahlawan 10 November 2024 di Taman Mini Indonesia Indah, IKAASI (Ikatan Alumni ASKI, STSI, ISI) Jakarta, menggelar Gebyar Tari Nusantara II.
Acara itu diikuti ratusan penari dari 7 Sanggar Tari, menampilkan 17 tarian tradisional dan kreasi baru.
Yang menarik dari penampil, terdapat sekelompok perempuan yang selalu rindu pada wajah budaya Ibu Pertiwi. Ketujuh putri yang sudah tidak muda lagi itu, tampil dengan dandanan tradisional Putri Jawa berkemben.
Mereka telah belajar menari dengan menghimpun diri dalam Sanggar Kamaratih, pimpinan Dra. Tita Sukmawati, selama enam bulan terakhir, dan ini menjadi panggung penampilan publik yang memikat.
Seperti Sekar Puri dalam bab cerita istana kerajaan Mataram. ”Sekar” adalah bunga dan ”puri” itu istana. Dan, menarilah ”bunga-bunga” puri itu dengan gemulai.
Irama gending Jawa Sekar Puri mengalun di panggung, membawa langkah lembut penari mengisi ruang-ruang kosong di sanubari penonton. Di tengah gerimis bulan November yang membasahi bumi, pengunjung TMII tak beranjak menyaksikan ‘putri keraton’ menari.
Bunga-bunga puri, memang pandai memikat hati. ”Bunga-bunga” itu adalah Maria Natalia, Tri Rahmini Siwi Utami, Erika Andriano, Lina Agung, Dyah Pramesti Shinta Dewi, Endang Sri Mulyani, Umi Khulsum Ph.D.
Pengajar Tari Martini S.SN, menceritakan betapa beratnya selama melatih para perempuan-perempuan karir itu menari kembali.
“Saya mengajar Tari dengan gaya Surakarta yang khas, namun ya mereka bukan penari profesional. Semua gerakan dan perintah harus berulang-ulang agar bisa dilakukan dengan baik. Ya itu serunya, “kata Martini.
Tari Sekar Puri adalah tarian dasar pada keterampilan menari tradisional Jawa. Setelah dinilai berhasil, Martini akan mengajarkan tarian lain yang sedikit lebih sulit untuk diajarkan kepada anak-anak didiknya seperti tari Bedoyo. Ini karena tarian tersebut memiliki ragam gerak yang berlimpah, irama yang beragam, serta durasi yang panjang.
Banyak manfaat yang dirasakan para anggotanya sejak mendalami dunia tari.
Bila dulu terkesan abai pada kebudayaan Nusantara, sekarang mereka menjadi jauh lebih menghargai. Selain itu mereka juga belajar mendalami roso (rasa) dalam setiap gerakan tari. Mereka bisa merasakan irama dan bekerja sama dengan baik satu sama lain.
“Buat saya sendiri, menari bisa membuat saya lebih tenang secara spiritual, seperti beribadah saja. Saya kan sehari-hari konsultan pajak yang berkutat dengan keuangan, memang membutuhkan ekspresi diri mengisi ruang jiwa. Jadi, kalau tidak menari, seperti merasa ada yang kurang,” ujar Umi Khulsum Ph.D, dosen STEBI Lampung. (hendratayudha)