Jakarta, Industri wisata bahari terus menunjukkan potensi besar dalam mendukung perekonomian nasional serta pelestarian lingkungan. Dalam Munas IV Perkumpulan Usaha Wisata Selam atau Indonesia Dive-tourism Company Association (IDCA) baru-baru ini yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, muncul komitmen kuat untuk bersinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mengembangkan wisata bahari yang berkelanjutan.
Direktur Jasa Lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Miftahul Huda mengatakan wisata bahari memiliki dua basis utama, yaitu ekosistem alam dan budaya. Pengelolaan yang tepat terhadap kedua aspek ini dapat mendorong pertumbuhan sektor wisata, terutama wisata selam. “Di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kami berupaya mengembangkan wisata selam berbasis ekosistem dan budaya. Misalnya, di Labuan Jambu, Sumbawa, setiap tahun kami membantu masyarakat agar ikan hiu paus tetap datang, sehingga menjadi daya tarik wisata,” ujarnya dalam sambutan pada acara pembukaan Musyawarah Nasional IV IDCA bertema ‘Sinergi untuk Wisata Bahari Berkelanjutan’ di Hotel Diradja Jakarta pada Kamis kemarin (13/02).
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya menjaga ekosistem agar tetap lestari dengan memberikan alternatif mata pencaharian bagi masyarakat. “Daripada mengeksploitasi sumber daya alam, masyarakat bisa beralih menjadi pemandu wisata. Oleh karena itu, KKP memberikan berbagai bantuan seperti peralatan selam dan fasilitas pariwisata,” tambahnya. Ia juga menggarisbawahi bahwa regulasi seperti Undang-Undang Cipta Kerja No.6 Tahun 2023, PP No.5 Tahun 2021, dan Permen KKP No.10 Tahun 2021 telah mengatur mekanisme perizinan usaha wisata bahari, termasuk penyediaan ponton wisata sebagai fasilitas bagi penyelam.
Senada dengan itu, dalam nota sambutan Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Enik Ermawati yang disampaikan oleh Asisten Deputi Manajemen Industri Kementerian Pariwisata Budi Supriyanto menyoroti bahwa Indonesia adalah surga bagi wisata selam dunia. “Raja Ampat, yang pernah menjadi spot diving terbaik versi CNN pada 2015, memiliki 75% spesies karang dunia, lebih dari 1.318 jenis ikan, dan ratusan spesies lainnya. Wakatobi juga memiliki keindahan karang yang menempati posisi kedua dunia setelah Great Barrier Reef di Australia,” jelasnya.
Menurutnya, wisata bahari berkontribusi sekitar 20% dari total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha agar industri ini terus berkembang. “Kementerian Pariwisata siap berkolaborasi dengan asosiasi pelaku usaha dan stakeholder lainnya untuk memastikan ekosistem wisata bahari tidak hanya mendukung ekonomi nasional, tetapi juga memberi manfaat bagi masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan,” tutupnya.
Sinergi bermanfaat
Sementara itu, ketua umum asosiasi yang terpilih dalam Munas IV IDCA untuk masa bakti 2025-2030, Ebram Harimurti, menekankan pentingnya peran asosiasi dalam mendukung para pelaku usaha wisata bahari. “Kami ingin semakin banyak manfaat yang bisa diberikan kepada anggota asosiasi, termasuk membantu mereka melengkapi dokumen legalitas agar usaha mereka sesuai dengan regulasi yang berlaku,” katanya.
Ia juga mendorong terjalinnya hubungan kerja sama yang lebih erat dengan kementerian terkait agar para pelaku usaha dapat berkembang lebih baik. Dengan adanya regulasi yang jelas serta dukungan dari berbagai pihak, wisata bahari di Indonesia memiliki peluang besar untuk tumbuh secara berkelanjutan. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menciptakan industri pariwisata yang berkualitas, ramah lingkungan, serta bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Dalam Munas tersebut, Ebram terpilih dengan suara mayoritas berdasarkan kuorum untuk menjabat posisi Ketua Umum, menggantikan Arief Yudo Wibowo pada periode sebelumnya. Selain pemilihan ketua umum, dewan pengawas dan pembina, Munas asosiasi juga memutuskan berbagai perubahan strategis untuk mendukung gerak efektif organisasi dalam berkiprah di sektor industri wisata selam. Perubahan-perubahan tersebut antara lain, rebranding organisasi dengan perubahan akronim nama dari PUWSI menjadi IDCA, perubahan logo dan beberapa aturan organisasi yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan anggota organisasi dan perubahan zaman yang dinamis. (*)